Langkau ke kandungan utama

Nota Sambungan Sukatan Bab Bahasa Kebangsaan.

BAB 7:PENGENALAN SINTAKSIS
September 10, 2017
BAB 7: SINTAKSIS

          
Jun4

Sintaksis ialah bidang ilmu bahasa yang mengkaji bentuk, struktur dan binaan atau konstruksi ayat. Ini bermakna, bidang sintaksis ialah kajian tentang hukum atau rumus tatabahasa yang mendasari kaedah penggabungan dan penyusunan perkataan atau kelompok perkataan untuk membentuk ayat. Dalam bidang sintaksis, pengkaji bahasa telah menekankan beberapa aspek penting kajian untuk diselidik. Aspek sintaksis yang sering diberi tumpuan adalah seperti berikut:
·         unsur utama yang terdiri daripada kata frasa, klausa dan aspek pembinaannya serta pembahagian subjek dan predikat.
·         Seterunsya adalah mengenalpasti jenis ayat, iaitu sama ada ayat penyata, ayat tanya, ayat perintah dan ayat seruan.
·         Ragam ayat iaitu ayat aktif dan ayat pasif
·         Susunan ayat iaitu susunan biasa dan songsang
·         Binaan dan proses penerbitan ayat
·         Ayat dasar
·         Ayat tunggal dan ayat terbitan atau ayat majmuk
Bahasa Melayu mempunyai berbagai-bagai jenis ayat untuk menyatakan maksud yang sama. Ciri-ciri ini menyebabkan bahasa Melayu merupakan sebuah bahasa yang sentiasa hidup serta menarik. Jika hanya satu jenis ayat saja yang digunakan akan timbul rasa jemu pada pembaca. Oleh sebab itu, sasterawan dan penulis yang baik selalu menggunakan jenis-jenis ayat yang lain, sesuai dengan keperluan.

Ø  Struktur Sintaksis

Secara umum struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan. Menurut Verhar (1978) fungsi-fungsi sintaksis itu yang terdiri dari unsur-unsur S, P, O, dan K itu merupakan “kotak-kotak kosong” atau “tempat0tempat kosong” yang tidak mempunyai arti apa-apa karenan kekosongannya. Tempat-tempat kosong itu akan diisi oleh sesuatu yang berupa kategori dan memiliki peranan tertentu.
Contoh kalimat:          Nenek melirik kakek tadi pagi.
Tempat kosong yang bernama subjek disi oleh kata nenek yang berkategori nomina, tempat kosong yang bernama predikat diisi oleh kata melirik  yang berkategori verba, tempat kosong yang bernama objek diisi oleh kata  kakek yang berkategori nomina, dan tempat kosong yang bernama keterangan diisi oleh frasa tadi pagi yang berkategori nomina.

Ø  Kata sebagai Satuan Sintaksis

Dalam tataran morfologi kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya adalah morfem), tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase. Kata sebagai satuan sintaksis, yaitu dalam hubungannya dengan unsure-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, dan kalimat. Sebagai satuan terkecill dalam sintaksis, kata berperanan sebagai pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.
Dalam pembicaraan kata sebagai pengisi satuan sintaksis, pertama-pertama harus kita bedakan dulu  adanya dua macam kata, yaitu yang disebut kata penuh (fullword) dan kata tugas (functionword). Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan.
Sedangkan yang disebut kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam pertuturan dia tidak dapat bersendiri.

Ø  Frasa

Frasa atau frase adalah sebuah makna linguistik. Lebih tepatnya, frasa merupakan satuan linguistik yang lebih besar dari kata dan lebih kecil dari klausa dan kalimat. Frasa adalah kumpulan kata nonpredikatif. Artinya frasa tidak memiliki predikat dalam strukturnya. Itu yang membedakan frasa dari klausa dan kalimat.
Contoh:
Nenekku
Di pohon

Ciri-ciri Frasa

Frasa memiliki beberapa ciri yang dapat diketahui, yaitu :
Terbentuk atas dua kata atau lebih dalam pembentukannya.
Menduduki fungsi gramatikal dalam kalimat.
Mengandung satu kesatuan makna gramatikal.
Bersifat non-predikatif.

Jenis-jenis Frasa

1.      Frasa berdasarkan jenis/kelas kata

·         Frasa Nomina
Frasa Nomina adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata benda. Frasa nominal dapat dibedakan lagi menjadi 3 jenis yaitu :

1.      Frasa Nomina Modifikatif (mewatasi), misal : rumah mungil, hari senin, buku dua buah, bulan pertama, dll.
2.      Frasa Nomina Koordinatif (tidak saling menerangkan), misal : hak dan kewajiban,sandang pangan, ', lahir bathin, dll.
3.      Frasa Nomina Apositif
Contoh frasa nominal apositif :
a). Jakarta, Ibukota Negara Indonesia, sudah berumur 485 tahun.
b). Melati, jenis tanaman perdu, sudah menjadi simbol bangsa Indonesia sejak lama.

·         Frasa Verbal
Frasa Verbal adalah kelompok kata yang terbentuk dari kata kata kerja. Kelompok kata ini terbagi menjadi 3 macam, yaitu :

1.      Frasa Verbal Modifikatif (pewatas), terdiri atas pewatas belakang, misal : a). Iabekerja keras sepanjang hari. b). Kami membaca buku itu sekali lagi. Pewatas depan, misal : a). Kami yakin mendapatkan pekerjaan itu. b). Mereka pasti membuat karya yang lebih baik lagi pada tahun mendatang.
2.      Frasa Verbal Koordinatif adalah 2 verba yang digabungkan menjadi satu dengan adanya penambahan kata hubung 'dan' atau 'atau', Contoh kalimat : a). Orang itumerusak dan menghancurkan tempat tinggalnya sendiri. b). Kita pergi ke toko buku atau ke perpustakaan.
3.      Frasa Verbal Apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau diselipkan. Contoh kalimat : a). Pekerjaan Orang itu, berdagang kain, kini semakin maju. b). jorong, tempat tinggalku dulu, kini menjadi daerah pertambangan batubara.

·         Frasa Ajektifa
Frasa ajektifa ialah kelompok kata yang dibentuk oleh kata sifat atau keadaan sebagai inti (diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan, seperti : agak,dapat, harus, lebih, paling dan 'sangat. Kelompok kata ini terdiri dari 3 jenis, yaitu :

1.      Frasa Adjektifa Modifikatif (membatasi), misal : cantik sekali, indah nian, hebat benar, dll.
2.      Frasa Adjektifa Koordinatif (menggabungkan), misal : tegap kekar, aman tentram,makmur dan sejahtera, dll
3.      Frasa Adjektifa Apositif, misal :
a). Srikandi cantik, ayu menawan, diperistri oleh Arjuna.
b). Desa Jorong, tempat tinggalku dulu, kini menjadi daerah pertambangan batubara.
Frasa Apositif bersifat memberikan keterangan tambahan. Frasa Srikandi cantik danDesa Jorong merupakan unsur utama kalimat, sedangkan frasa ayu menawan, dantempat tinggalku dulu, merupakan keterangan tambahan.

·         Frasa Adverbial
Frasa Adverbial ialah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa ini bersifat modifikasi (mewatasi), misal : sangat baik kata baik merupakan inti dan kata sangatmerupakan pewatas. Frasa yang bersifat modifikasi ini contohnya ialah agak besar, kurang pandai, hampir baik, begitu kuat, pandai sekali, lebih kuat, dengan bangga, dengan gelisah. Frasa Adverbial yang bersifat koordinatif (yang tidak menerangkan), contoh frasanya ialahlebih kurang kata lebih tidak menerangkan kurang dan kurang tidak menerangkan lebih.

·         Frasa Pronominal
Frasa Pronominal ialah frasa yang dibentuk dengan kata ganti, frasa ini terdiri atas 3 jenis yaitu :

1.      Modifikatif, misal kalian semua, anda semua, mereka semua, mereka itu, mereka berdua.
2.      Koordinatif, misal engkau dan aku, kami dan mereka, saya dan dia.
3.      Apositif, misal :
a). Kami, putra-putri Indonesia, menyatakan perang melawan narkotika.

·         Frasa Numeralia
Frasa Numeralia ialah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa ini terdiri atas :

1.      Modifikatif, contoh : a). Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban. b). Kami membeli setengah lusin buku tulis.
2.      Koordinatif, contoh : a). Entah dua atau tiga sapi yang telah dikurbankan. b). Dua atau tiga orang telah menyetujui kesepakatan itu.

·         Frasa Interogativ Koordinatif ialah frasa yang berintikan pada kata tanya. contoh : a). Jawaban dari apa atau siapa ciri dari subjek kalimat. b). Jawaban dari mengapa ataubagaimana merupakan pertanda dari jawaban predikat.

·         Frasa Demonstrativ Koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh dua kata yang tidak saling menerangkan. contoh : a). Saya tinggal di sana atau di sini sama saja. b). Kami pergi kemari atau kesana tidak ada masalah.

·         Frasa Preposisional Koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh kata depan yang tidak saling menerangkan. contoh : a). Petualangan kami dari dan ke Jawa memerlukan waktu satu bulan. b). Perpustakaan ini dari, oleh, dan untuk masyarakat umum.

2.      Frasa berdasarkan fungsi unsur pembentuknya

Berdasarkan fungsi dari unsur pembentuknya frasa terdiri dari beberapa macam, yaitu :

·         Frasa Endosentris yaitu frasa yang unsur-unsurnya berfungsi untuk diterangkan dan menerangkan (DM) atau menerangkan dan diterangkan (MD). contoh frasa : kuda hitam(DM), dua orang (MD).
Ada beberapa jenis frasa endosentris, yaitu :

1.      Frasa atributif yaitu frasa yang pola pembentuknya menggunakan pola DM atau MD. contoh : Ibu kandung (DM), tiga ekor (MD).
2.      Frasa apositif yaitu frasa yang salah satu unsurnya (pola menerangkan) dapat menggantikan kedudukan unsur intinya (pola diterangkan). contoh : Alip si penari ular sangat cantik., kata Alip posisinya sebagai diterangkan (D), sedangkan si penari ularsebagai menerangkan (M).

3.      Frasa koordinatif yaitu frasa yang unsur-unsur pembentuknya menduduki fungsi inti (setara). contoh : ayah ibu, warta berita, dll.

·         Frasa eksosentris yaitu frasa yang salah satu unsur pembentuknya menggunakan kata tugas. contoh : dari Bandung, kepada teman, di kelurahan, dll.

3.      Frasa Berdasarkan satuan makna yang dikandung/dimiliki unsur-unsur pembentuknya

Untuk kategori frasa berdasarkan satuan makna yang dikandung atau yang dimiliki unsur-unsur pembentuknya dapat dibagi menjadi beberapa frasa, yaitu :

1.      Frasa biasa yaitu frasa yang hasil pembentukannya memiliki makna yang sebenarnya (denotasi). contoh kalimat : a) Ayah membeli kambing hitam; b) Meja hijau itu milik ibu.
2.      Frasa idiomatik yaitu frasa yang hasil pembentukannya menimbulkan/memiliki makna baru atau makna yang bukan sebenarnya (konotasi). contoh kalimat : Orang tua Lintang baru kembali dari Jakarta

Ø  Klausa

Klausa merupakan tataran dalam sintaksis yang berada di atas tataran frase dan di bawah tataran kalimat.

A.    Pengertian Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada kom­ponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan.

Sebuah konstruksi disebut kalimat kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi final atau intonasi kalimat. Jadi, konstruksi nenek mandi baru dapat disebut kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final kalau belum maka masih berstatus klausa.Tempat klausa adalah di dalam kalimat. Dapat juga dikatakan, klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung unsur predikatif (Keraf, 1984:138). Klausa berpotensi menjadi kalimat. (Manaf, 2009:13) menjelaskan bahwa yang membedakan klausa dan kalimat adalah intonasi final di akhir satuan bahasa itu. Kalimat diakhiri dengan intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri intonasi final. Intonasi final itu dapat berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum. Widjono (2007:143) membedakan klausa sebagai berikut.

Klausa kalimat majemuk setara

Dalam kalimat majemuk setara (koordinatif), setiap klausa memiliki kedudukan yang sama. Kalimat majemuk koordinatif dibangun dengan dua klausa atau lebih yang tidak saling menerangkan.
Contohnya sebagai berikut:
Rima membaca kompas, dan adiknya bermain catur.
Klausa pertama Rima membaca kompas. Klausa kedua adiknya bermain catur. Keduanya tidak saling menerangkan.

2.      Klausa kalimat majemuk bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat dibangun dengan klausa yang berfungsi menerangkan klausa lainnya. Contohnya sebagai berikut. Orang itu pindah ke Jakarta setelah suaminya bekerja di Bank Indonesia. Klausa orang itu pindah ke Jakarta sebagai klausa utama (lazim disebut induk kalimat) dan klausa kedua suaminya bekerja di Bank Indonesiamerupakan klausa sematan (lazim disebut anak kalimat).

3.      Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat

Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan bertingkat, terdiri dari tiga klausa atau lebih. Contohnya seperti berikut ini. Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. Kalimat di atas terdiri dari tiga klausa yaitu. 1) Dia pindah ke Jakarta (klausa utama) 2) Setelah ayahnya meninggal (klausa sematan) 3) Ibunya kawin lagi (klausa sematan) Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal. (Kalimat majemuk bertingkat) Ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. (Kalimat majemuk setara)

B.     Jenis Klausa

Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebasadalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subyek dan predikat, dan karena itu mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor.

Klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap. Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan adanya klausa verbal, klausa nominal, klausa ajektival, klausa adverbial dan klausa preposisional. Dengan adanya berbagai tipe verba, maka dikenal adanya klausa transitif, klausa intransitif, klausa refleksif dan klausa resprokal.

Kluasa ajektival adalah klausa yang predikatnya berkategori ajektiva, baik berupa kata maupun frase. Klausa adverbial adalah klausa yang predikatnya berupa adverbial. Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa frase berkategori.
Klausa numeral adalah klausa yang predikatnya berupa kata atau frasenumerila . Klausa berupa sata dalah klausa yang subjeknya terikat di dalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frasenomina yang juga berlaku sebagai subjek.

Ø  Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh, baik dengan cara lisan maupun tulisan.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang merupakan kesatuan pikiran (Widjono:146). Manaf (2009:11) lebih menjelaskan dengan membedakan kalimat menjadi bahasa lisan dan bahasa tulis. Dalam bahasa lisan, kalimat adalah satuan bahasa yang mempunyai ciri sebagai berikut:
Satuan bahasa yang terbentuk atas gabungan kata dengan kata, gabungan kata dengan frasa, atau gabungan frasa dengan frasa, yang minimal berupa sebuah klausa bebas yang minimal mengandung satu subjek dan prediket, baik unsur fungsi itu eksplisit maupun implisit;
Satuan bahasa itu didahului oleh suatu kesenyapan awal, diselingi atau tidak diselingi oleh kesenyapan antara dan diakhiri dengan kesenyapan akhir yang berupa intonasi final, yaitu intonasi berita, tanya, intonasi perintah, dan intonasi kagum.
Dalam bahasa tulis, kalimat adalah satuan bahasa yang diawali oleh huruf kapital, diselingi atau tidak diselingi tanda koma (,), titik dua (:), atau titik koma (;), dan diakhiri dengan lambang intonasi final yaitu tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).
Ciri-ciri kalimat Widjono (2007:147) menjelaskan ciri-ciri kalimat sebagai berikut. Dalam bahasa lisan diawali dengan kesenyapan dan diakhiri dengan kesenyapan. Dalam bahasa tulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru, Sekurang-kurangnya terdiri dari atas subjek dan prediket. Predikat transitif disertai objek, prediket intransitif dapat disertai pelengkap. Mengandung pikiran yang utuh. Mengandung urutan logis, setiap kata atau kelompok kata yang mendukung fungsi (subjek, prediket, objek, dan keterangan) disusun dalam satuan menurut fungsinya. Mengandung satuan makna, ide, atau pesan yang jelas.
Dalam paragraf yang terdiri dari dua kalimat atau lebih, kalimat-kalimat disusun dalam satuan makna pikiran yang saling berhubungan. 3.2. Fungsi sintaksis dalam kalimat Fungsi sintaksis pada hakikatnya adalah ”tempat” atau ”laci” yang dapat diisi oleh bentuk bahasa tertentu (Manaf, 2009:34). Wujud fungsi sintaksis adalah subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (ket). Tidak semua kalimat harus mengandung semua fungsi sintaksis itu. Unsur fungsi sintaksis yang harus ada dalam setiap kalimat adalah subjek dan prediket, sedangkan unsur lainnya, yaitu objek, pelengkap dan keterangan merupakan unsur penunjang dalam kalimat. Fungsi sintaksis akan dijelaskan berikut ini.

Subjek

Fungsi subjek merupakan pokok dalam sebuah kalimat. Pokok kalimat itu dibicarakan atau dijelaskan oleh fungsi sintaksis lain, yaitu prediket. Ciri-ciri subjek adalah sebagai berikut: jawaban apa atau siapa, dapat didahului oleh kata bahwa, berupa kata atau frasa benda (nomina) dapat diserta kata ini atau itu, dapat disertai pewatas yang, tidak didahului preposisi di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dan lain-lain, tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat diingkarkan dengan kata bukan.
Hubungan subjek dan prediket dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
Adik bermain (S) Ibu memasak. S

Predikat

Predikat merupakan unsur yang membicarakan atau menjelaskan pokok kalimat atau subjek. Hubungan predikat dan pokok kalimat dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
Adik bermain. (S) Adik adalah pokok kalimat bermain adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
Ibu memasak. S P Ibu

Objek

Fungsi objek adalah unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba transitif pengisi predikat dalam kalimat aktif. Objek dapat dikenali dengan melihat verba transitif pengisi predikat yang mendahuluinya seperti yang terlihat pada contoh di bawah ini.
Dosen menerangkan materi. S P O
menerangkan adalah verba transitif.
Ibu menyuapi adik. S P O
Menyuapi adalah verba transitif. Objek mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berupa nomina atau frasa nominal seperti contoh berikut,
Ayah membaca koran. S P O      Koran adalah nomina.
Adik memakai tas baru. S P O Tas baru adalah frasa nominal berada langsung di belakang predikat (yang diisi oleh verba transitif) seperti contoh berikut,
Ibu memarahi kakak. S P O
Guru membacakan pengumuman. S P O
dapat diganti enklitik –nya, ku atau –mu, seperti contoh berikut,
Kepala sekolah mengundang wali murid. S P O
Kepala sekolah mengundangnya. S P O
objek dapat menggantikan kedudukan subjek ketika kalimat aktif transitif dipasifkan, seperti contoh berikut,
Ani membaca buku. S P O Buku dibaca Ani. S P Pel.

Pelengkap

Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi, mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat. Pelengkap (pel.) bentuknya mirip dengan objek karena sama-sama diisi oleh nomina atau frasa nominal dan keduanya berpotensi untuk berada langsung di belakang predikat. Kemiripan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada contoh berikut.
Bu Minah berdagang sayur di pasar pagi. S P pel. ket.
Bu Minah menjual sayur di pasar pagi. S P O ket. Pelengkap
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pelengkap kehadirannya dituntut oleh predikat aktif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh prefiks ber dan predikat pasif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh prefiks di- atau ter-, seperti contoh berikut.
Bu Minah berjualan sayur di pasar pagi. S P Pel. Ket. Buku dibaca Ani. S P Pel.
pelengkap merupakan fungsi kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba dwitransitif pengisi predikat seperti contoh berikut.
Ayah membelikan adik mainan. S P O Pel.
membelikan adalah verba dwitransitif. pelengkap merupakan unsur kalimat yang kehadirannya mengikuti predikat yang diisi oleh verba adalah, ialah, merupakan, dan menjadi, seperti contoh berikut.
Budi menjadi siswa teladan. S P Pel.
Kemerdekaan adalah hak semua bangsa. S P Pel.
dalam kalimat, jika tidak ada objek, pelengkap terletak langsung di belakang predikat, tetapi kalau predikat diikuti oleh objek, pelengkap berada di belakang objek, seperti pada contoh berikut.
Pak Ali berdagang buku bekas. S P Pel.
Ibu membelikan Rani jilbab. S P O Pel.
pelengkap tidak dapat diganti dengan pronomina –nya, seperti contoh berikut.
Ibu memanggil adik. S P O
Ibu memanggilnya. S P O
Pak Samad berdagang rempah. S P Pel.
Pak Samad berdagangnya (?)
satuan bahasa pengisi pelengkap dalam kalimat aktif tidak mampu menduduki fungsi subjek apabila kalimat aktif itu dijadikan kalimat pasif seperti contoh berikut. Pancasila merupakan dasar negara. S P Pel. Dasar negara dirupakan pancasila (?)

Keterangan

Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan keterangan kepada seluruh kalimat. Sebagian besar unsur keterangan merupakan unsur tambahan dalam kalimat. Keterangan sebagai unsur tambahan dalam kalimat dapat dilihat pada contoh berikut.
Ibu membeli kue di pasar. S P O Ket. tempat
Ayah menonton TV tadi pagi. S P O Ket. waktu
Keterangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: umumnya merupakan keterangan tambahan atau unsur yang tidak wajib dalam kalimat, seperti contoh berikut.
Saya membeli buku. S P O
Saya membeli buku di Gramedia. S P O Ket. tempat
keterangan dapat berpindah tempat tanpa merusak struktur dan makna kalimat, seperti contoh berikut.
Dia membuka bungkusan itu dengan hati-hati. S P O Ket. cara
Dengan hati-hati dia membuka bungkusan itu. Ket. cara S P O keterangan diisi oleh adverbia, adjektiva, frasa adverbial, frasa adjektival, dan klausa terikat, seperti contoh berikut.
Ali datang kemarin. S P Ket. waktu
Ibu berangkat kemarin sore. S P Ket. Waktu

Jenis-jenis kalimat

Kalimat Inti dan kalimat Non-Inti
Kalimat inti biasa juga disebut kalimat dasar adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmatif. Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat non-inti dengan berbagai proses transformasi.
Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Perbedaan Kalimat tunggal dan kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada di dalam kalimat itu, kalau klausanya hanya satu maka disebut kalimat tunggal, kalau klausa dalam sebuah kalimat lebih dari satu maka disebut kalimat majemuk
Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
Pembedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakukan berdasarkan lengkap dan tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalimat itu kalau klausanya lengkap sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat maka kalimat itu disebut kalimat mayor. Kalau klausanya tidak lengkap entah terdiri dari subjek, predikat, objek, atau keterangan saja maka kalimat tersebut disebut kalimat minor

Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase yang berkategori verbal sedangkan kalimat non verbal adalah kalimat y6ang predikatnya bukan kata atau frase verbal, bisa nominal, ajektifal, adverbial, atau juga numeralia.
Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau menjadi pembuka paragraph atau wacana tanpa bantuan konteks.
Ø  Kesimpulan

      Kata sintaksis berasaldari kata Yunani (sun = ‘dengan’ + tattein ‘menempatkan’. Jadi kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.[8] Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan[9]. Sama halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata.Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase, kalusa,dan kalimat. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat.
Ramlan (1981:1) mengatakan: “Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase .”.

BAB 8: RAGAM AYAT
September 10, 2017
BAB 8: RAGAM AYAT
                                                                  

1. Ayat ialah satu susunan perkataan yang terdiri daripada subjek dan predikat.
2. Subjek ialah perkara yang diceritakan.
3. Predikat ialah cerita berkenaan perkara itu ( subjek ).
4. Ayat mengandungi makna yang lengkap. Ia diucapkan dengan intonasi atau nada yang sempurna.
Contoh :
subjek
predikat
1. Afendi
2. Kakak
3. Ibrahim
4. Zulkfli
5. Ayam itu
guru
menyapu sampah.
bermain bola sepak.
Minum teh
asyik berkokok.

Ragam Ayat
1. Terdapat empat jenis ragam ayat dalam bahasa Malaysia, iaitu:
                        (a) ayat penyata;
                        (b) ayat tanya;
                        (c) ayat perintah;
                        (d) ayat seruan.
2. Keterangan dan contoh ayatayat tersebut adalah seperti berikut:
     (a) Ayat penyata
1. Ayat yang menceritakan sesuatu hal atau memberitahu tentang sesuatu hal.
2. Ayat penyata dikenali juga sebagai Ayat Berita atau Ayat Keterangan.
Ayat penyata ialah ayat yang menyatakan atau menerang­kan sesuatu cerita, benda, kejadian, dan sebagainya.
            Contohnya:
                        i.  Kakak sedang menyiram bunga.
                        ii. Lembu itu akan dijual.
Budak-budak itu bermain di tepi longkang.
      
     (b) Ayat tanya
1. Ayat yang digunakan untuk menanyakan sesuatu hal.
Ayat tanya ialah ayat yang digunakan untuk menanyakan sesuatu perkara, tempat, benda, manusia, binatang dan sebagainya.
2. Ayat tanya terbahagi kepada dua iaitu :
            a. Ayat Tanya Dengan Kata Tanya.
            b. Ayat Tanya Tanpa Kata Tanya.
Contohnya
i.  Berapakah harga kasut itu?
ii.  Sudahkah adik minum susu?
iii. Bagaimanakah layanglayang itu dibuat?
Ayat Tanya Dengan Kata Tanya.
1. Ayat ini menggunakan kata tanya seperti apa, siapa, berapa, bila, mana, bagaimana, kenapa dan mengapa.
2. Diakhiri dengan partikel -kah.
Contoh : Siapakah nama bapa kamu ?
Ayat Tanya Tanpa Kata Tanya
1. Ayat ini tidak menggunakan kata tanya.
2. Ayat ini diucapkan dengan meninggikan nada suara pada akhir ayat penyata.
3. Dalam penulisan, lambang tanda tanya digunakan ( ? )
contoh : Kamu belum hantar buku itu ?
(c) Ayat perintah
1. Ayat yang digunakan untuk menyuruh seseorang melakukan sesuatu.
Ayat perintah ialah ayat yang menyuruh, melarang, mempersilakan, atau meminta seseorang melakukan sesuatu.
2. Ayat perintah terbahagi kepada
a. Ayat Suruhan
b.Ayat Permintaan
c.Ayat Larangan
d.Ayat Silaan
Contohnya:
a. Ayat Suruhan
1. Ayat ini bertujuan memberi arahan atau perintah.
2. Partikel -lah boleh digunakan untuk tujuan melembutkan ayat.
Contoh : Hantarlah buku itu sebelum pulang.
            Turunlah dari sini sekarang juga.
Cuci kasut kamu. (suruhan)
b. Ayat Permintaan
1. Ayat ini bertujuan memohon pertolongan dan permintaan.
2. Ia menggunakan perkataan tolong dan minta pada permulaan ayat.
Contoh : Tolong bawakan minuman ini ke dapur.
            Minta hadirin semua bergerak ke ilik jamuan.
Tolong jemurkan pakaian itu. (permintaan)
c. Ayat Larangan
1. Ayat ini bertujuan melarang melakukan sesuatu .
2. Ia menggunakan kata silaan seperti usah, tak usah dan jangan.
3. Partikel -lah boleh digunakan untuk melembutkan ayat.
Contoh : Jangan minum air itu.
            Usahlah menangis lagi.
Jangan petik bungs itu.(Iarangan)
d. Ayat Silaan
1. Ayat ini bertujuan mempersilakan atau menjemput seseorang.
2. Ia menggunkan kata silaan seperti sila dan jemput pada permulaan ayat.
3. Partikel -lah boleh digunakan.
Contoh : Sila bawa sejadah bila ke surau.
            Jemputlah menikmati
Datanglah ke rumah saya. (silaan)
(d) Ayat seruan
Ayat seruan diucapkan untuk melahirkan perasaan seperti takut, marah, hairan, dan terkejut, sakit, hairan dan sebagainya.
Ayat seruan diakhiri dengan tanda seru ( ! )
3. Tanda seru biasanya terletak diakhir ayat.
4. Ayat seru dimulai oleh kata seru seperti Oh, Cis, Wah, Amboi dan sebagainya.
Contohnya:
i.                     Amboi, cantiknya baju kamu!
ii.                   Aduh, sakitnya perut aku!
Oh, dia sudah pergi ke sekolah !
2 Ayat Aktif dan Ayat Pasif
1. Kedua-dua ayat ini berlainan bentuk stuktur perkataannya tetapi mempunyai maksud sama.
2. Ayat Aktif ialah ayat yang menekankan objek.
3. Ayat Pasif menerangkan benda atau orang yang dikenakan perbuatan ke atasnya.
1. Ayat aktif ialah ayat yang kata kerja berawalan men. Contohnya:
(a) Emak memasak nasi. dan sebagainya
(b) Pasukan pengakap telah mendirikan khemah itu.
(c) Ketua murid menaikkan bendera sekolah.
2.         Ayat pasif ialah ayat yang kerjanya……
(a)        tidak berawalan men dan didahului kata ganti diri pertama dan kata ganti diri kedua. Contohnya:
            i. Bola itu saya tendang.
            ii. Borang itu perlu anda isi.
(b)        berawalan di dan diikuti kata sendi oleh serta kata ganti diri ketiga. Contohnya: Baju itu dibasuh oleh kakak.
3. Ayat pasif terdiri daripada:
(a)        ayat pasif diri pertama, iaitu ayat yang kata kerjanya tidak berawalan men dan didahului kata ganti diri pertama seperti aku, kami, kita, saya, dan sebagainya.
(b)        ayat pasif diri kedua, iaitu ayat yang kata kerjanya tidak berawalan men dan didahului kata ganti diri kedua seperti awak, anda, kamu, engkau, dan sebagainya.
(c)        ayat pasif diri ketiga, iaitu ayat yang kata kerjanya berawalan di, diikuti kata sendi oleh serta kata ganti diri ketiga seperti ia, dia, beliau, baginda, dan sebagainya.
4.         Keduadua ayat aktif dan pasif membawa maksud yang sama walaupun bentuknya berbeza.
Contohnya:
Ayat Aktif
Apt Pasif Diri Pertama
(a) Saya mencuci kasut sekolah.
(b) Kita menerima keputusan itu.
(c) Aku akan memetik bunga itu.
(d) Kami sudah menyusun jadual itu.
(a) Kasut sekolah saya cuci.
(b) Keputusan itu kita terima.
(c) Bunga itu akan aku petik.
(d) Jadual itu sudah kami susun.

Ayat Aktif
Ayat Pasif Diri Kedua
(a) Anda harus menyiapkan kerja itu.
(b) Awak mesti menyerahkan surat itu.
(c) Engkau patut memulangkan duitnya.
(d) Kamu perlu membaiki kereta itu.
(a) Kerja itu harus anda siapkan.
(b) Surat itu mesti awak serahkan.
(c) Duitnya patut engkau pulangkan.
(d) Kereta itu perlu kamu baiki.

Ayat Aktif
Ayat Pasif Diri Ketiga
(a) Mereka mengecat bangunan.
(b) Baginda meminta rakyat supaya
bersabar.
(c) Beliau mengarahkan orang ramai
supaya beratur.
(d) Dia sedang menjahit baju.
(a) Bangunan dicat oleh mereka.
(b) Rakyat diminta oleh baginda supaya
bersabar.
(c) Orang ramai diarahkan oleh beliau
supaya beratur.
(d) Baju sedang dijahit olehnya.

Ayat Aktif
Ayat Pasif
1. Ali membaca buku itu.
2. Ibu memasak nasi lemak.
3. Kita mesti mendengar nasihat guru kita.
4. Salmah memukul adiknya dengan kuat.
5. Yusof membawa kerusi patah.
Buku itu dibaca oleh Ali.
Nasi lemak dimasak oleh ibu.
Nasihat guru kita, mesti kita dengar.
Adiknya dipukul dengan kuat oleh Salmah.
Kerusi patah dibawa oleh Yusof
3 Cakap Ajuk dan Cakap Pindah
Cakap Ajuk dan Cakap Pindah ialah percakapan yang dilaporkan semula secara lisan atau tulisan tanpa mengubah maksudnya.
            Cakap ajuk ialah percakapan seseorang yang ditulis semula dengan tidak mengubah maksud asalnya.
2.         Dalam penulisan, tanda petik
            ("...") digunakan untuk cakap ajuk.
3.         Cakap pindah ialah perbualan seseorang yang telah ditulis semula dengan menggunakan bahasa tanpa mengubah maksudnya.
4.         Tanda petik ("...") tidak digunakan dalam cakap pindah.
5.         Perhatikan perbezaan antara cakap ajuk dengan cakap pindah di bawah ini.
Cakap Ajuk
Cakap Pindah
1. Cakap Ajuk ialah percakapan yang dilaporkan semula sebagaimana asalnya dituturkan.
2. Tidak ada sebarang pindaan yang dilakukan.
3. Cakap ajuk dimulai dengan tanda pembuka kata dan diakhiri dengan tanda penutup kata  ( “ …….. “ )
1. Cakap Pindah ialah perkataan atau percakapan yang dilaporkan semula tetapi tidak sebagaimana yang dituturkan.
2. Terdapat perbezaan stuktur atau susunan perkataan-perkataan dalam ayat.
3. Walaubagaimanapun , maksud atau susunan perkataan sama.
"Cuci baju kamu," kata ibu kepada Ani.
Cikgu berkata, "Mengapa tidak hadir semalam, Hafizi?"
"Datanglah ke rumah saya malam ini, Encik Azman," kata Encik Lim.
“ Di manakah awak letakkan beg itu ? ” tanya Cikgu Azmi kepada Sunita.
Kata nenek kepada Siti, “ Begini cara membuat kuih Bahulu.”
Kata Hassan kepada Faizal , “ Ini buku awak. ”
“ Ayam itu lapar,” kata Asmah.
“ Berikan bola ini kepada Zainal Abidin,” kata Dollah Salleh.
Ibu menyuruh Ani mencuci bajunya.
Cikgu bertanya kepada Hafizi sebab dia tidak hadir semalam.
Encik Lim mempersilakan Encik Azman ke rumahnya pada malam nanti.
Cikgu Azmi bertanya kepada Sunita di mana dia meletakkan beg itu.
Nenek berkata kepada Siti bahawa begitu cara membuat Kuih Bahulu.
Hassan menyatakan kepada Faizal bahawa itu buku dia.
Asmah menyatakan bahawa ayam itu lapar.
Dollah Salleh menyuruh agar bola itu diberikan kepada Zainal Abidin.
6.         Apabila menukarkan bentuk cakap ajuk kepada cakap pindah, perkara-perkara
            berikut perlu diubah atau diberi perhatian.
Cakap Ajuk
Cakap Pindah
saya, aku, hamba
beta
kami, kita
anda, awak, kamu, engkau
dia
beliau
mereka
ini
itu
sini
begini
demikian ini
sekarang
malam tadi
semalam
hari
ini
esok
dia, ia, nya, beliau
baginda
mereka
saya, dia, nya
dia
beliau
mereka
itu
itu
situ, sana, tempat itu
begitu
demikian itu
masa itu, ketika itu
malam semalamnya
semalamnya
hari itu
esoknya, keesokan harinya, hari itu
AYAT TUNGGAL DAN AYAT MAJMUK
Ayat Tunggal
1. Ayat tunggal terdiri daripada satu subjek dan satu predikat.
2. Ayat ini juga dikenali sebagai ayat mudah atau ayat selapis.
Contoh : Lelaki gemuk itu \ sedang menembak burung.
            Subjek    =  Lelaki gemuk itu
            Predikat  =  sedang menembak burung.
Ayat Majmuk
1. Ayat Majmuk ialah ayat yang mengandungi dua atau lebih ayat - ayat tunggal disambungkan oleh perkataan Kata Hubung seperti dan, atau, kecuali, tetapi, sambil seraya dan lain-lain.
2. Ayat ini juga dikenali sebagai ayat Selapis.
Contoh : A) Razak mengambil sebuah buku cerita. ( Ayat Tunggal )
            B) Razak membaca buku itu. ( Ayat Tunggal )
            C) Razak mengambil sebuah buku cerita lalu membaca buku itu.  ( Ayat Majmuk )
PEMAJMUKAN
Kata Majmuk
1.         Dua atau lebih daripada dua patah dasar dapat digabungkan untuk membentuk satu kata baru yang padu atau sebati maknanya.
2.         Kata paduan atau sebatian yang demikian dikenal sebagai kata majmuk.
3.         Setiap kata yang menjadi komponen kata majmuk mempunyai maknanya sendiri-sendiri.
4.         Misalnya, wang dan saku yang menjadi komponen kata majmuk wang saku mempunyai maknanya masingmasing. Makna wang saku ialah wang dibawa untuk digunakan apabila diperlukan.
5.         Ada juga kata majmuk yang terbentuk daripada dua patch kata yang berbeza tetapi maknanya sama atau hampirhampir sama. Beberapa contohnya ialah cantik jelita, hancur lebur, dan sunyi sepi.
6.         Dua patah kata yang sama atau hampir sama maknanya itu dimaksudkan untuk menyatakan makna kesangatan. Misalnya, cantik jelita bererti sangat cantik, hancur lebur bererti hancur sama sekali, dan sunyi sepi bererti sangat sunyi.
Bentuknya
7.         Kata majmuk ada yang dieja tercantum dan ada yang dieja terpisah tetapi tidak ada yang bersempang.
8.         Dengan itu, dapatlah dibezakan bentuk kata majmuk daripada bentuk kata ganda yang dieja bersempang kecuali kata ganda separa seperti bebawang, jejari, kekuda, dan sebagainya.
9.         Beberapa contoh kata majmuk yang dieja tercantum ialah apabila, bumiputera, daripada, jurumudi, kadangkala, dan walaupun.
10.        Beberapa contoh kata majmuk yang dieja terpisah ialah air mata, buah pinggang, campur tangan, daun pintu, ganti rugi, dan hak cipta.
11.        Dari segi bentuknya, kata majmuk ter­bahagi kepada beberapa kelas seperti
yang berikut:
(a) kata nama majmuk;
(b) kata bilangan majmuk;
(c) kata adjektif majmuk;
(d) kata kerja majmuk;
(e) kata sendi majmuk;
(f) kata keterangan majmuk;
(g) Kata hubung majmuk.
12 Sebahagian besar daripada kata majmuk dalam bahasa Melayu tergolong dalam kelas kata nama. Contoh kata nama majmuk, antara yang lain-lain, ialah air mata, buah mulut, cita rasa, daun telinga, ganti rugi, dan hak cipta.
13. Kata bilangan majmuk, antara yang lain-lain, ialah tiga puluh, dua pertiga, dan dua ratus lima puluh.
14.        Kata adjektif majmuk, antara yang lain-lain, ialah aman damai, buta huruf, cantik jelita, gagah perkasa, merah jambu, iri hati, dan kelam kabut.
15.        Kata kerja majmuk ada yang bebas, yakni tidak terikat pada sebarang imbuhan. Contohnya: angkat kaki, buang air, campur tangan, datang bulan, dan gulung tikar.
16.        Kata kerja majmuk ada juga yang terikat. Contohnya: mengadu domba, mengambil alih, mengambil berat, menganggap sepi, mengangkat sembah, membalas budi, membanting tulang, mencari gali, bercerai susu, berdiam diri, menyalahgunakan, menembak mati, dan bertungkus lumus.
17 Kata sendi majmuk pula tidak seberapa jumlahnya, iaitu darihal, daripada, kepada, dan sedari.
18 Kata keterangan majmuk, antara yang lainlain, ialah acap kali, boleh jadi, demikian, kadangkala, lambat laun, pertama kali, sambil lalu, dan sekali sekala.
19 Kata hubung majmuk, antara yang lainlain, ialah apabila, manakala, dan meskipun.
Tugasnya
20.        Kata majmuk mempunyai dua tugas seperti yang berikut:
            (a) menetapkan kelas kata dasar. Contohnya.
air (kata nama) + mata (kata nama)
air mata (kata nama)
lemah (kata adjektif) + lembut (kata adjektif)
lemah lembut (kata adjektif)
mogok (kata kerja) + duduk (kata kerja)
mogok duduk (kata kerja)
dari (kata sendi) + pada (kata sendi)
daripada (kata sendi)
(b) mengubah kelas kata dasar. Contohnya:
apa (kata ganti tanya) + bila (kata keterangan tanya)
apabila (kata nama)
alim (kata adjektif) + ulama (kata nama)
alim utama (kata nama)
gulung (kata kerja) + tikar (kata nama)
gulung tikar (kata kerja)
tumbuk (kata kerja) + rusuk (kata nama)
tumbuk rusuk (kata nama)
cerdik (kata adjektif) + pandai (kata adjektif)
cerdik pandai (kata nama)
lalu (kata kerja) + lintas (kata kerja)
lalu lintas (kata nama)
banyak (kata adjektif) + mulut (kata nama)
banyak mulut (kata adjektif)
lambat (kata adjektif) + laun (kata adjektif)
lambat laun (kata keterangan)
Maknanya
21.        Dari segi maknanya, kata majmuk dapat dibahagi kepada dua jenis seperti yang berikut:
(a) kata majmuk wajar;
(b) kata majmuk kiasan
                      
22. Kata majmuk wajar ialah kata majmuk yang sebenarnya, yang maknanya dapat diketahui daripada makna katakata yang menjadi komponennya. Misalnya, buah anggur ialah kata majmuk wajar kerana maknanya tidak lain daripada buah yang bernama anggur.
23.        Kata majmuk kiasan pula ialah kata majmuk yang maknanya lain daripada makna yang ada pada katakata yang menjadi komponennya.
Misalnya buah hati ialah kata majmuk kiasan kerana maknanya tidak kenamengena dengan buah ataupun hati.
Makna buah hati ialah kekasih yang dicintai, bukan buah yang bernama hati.
24.        Berikut ialah beberapa contoh kata majmuk wajar.
adat istiadat
alih bahasa
bahasa pasar
bakul sampah
batang hidung
cakera padat
cantik jelita
daya cipta
dengki hati
emas putih
esok hari
gagah berani
galah canggah
rendah hati
sabun mandi
sihat akal
gunung api
hancurlebur
harga borong
hitam manis
ikan parang
inti sari
isi perut
juling air
kaca mata
kerak bumi
otak depan
olah raga
pagar duri
pindah tangan
rabun jauh
tahan lasak
kongsi gelap
lampu duduk
lipat ganda
lubang hidung
mabuk taut
merah jambu
minyak makan
naik takhta
nenek moyang
orang gaji
          tuan rumah
udang galah
uji kaji
wang saku
warta berita
zat air
24.        Berikut ialah beberapa contoh kata majmuk kiasan.
akal kancil
anak angkat
anak baju
anak emas
anak kunci
batu loncatan
banyak mulut
buah mulut
bulan madu
cahaya mata
cakap angin
campur tangan
cekak musang
dapur susu
mata hari
naik darah
nyawa ikan
otak udang
tangan besi
timbang rasa
darah daging
datang bulan
daun pintu
emas kahwin
embun jantan
filem bisu
gaji buta
gantung kemudi
gatal mulut
gunung payung
habis akal
lalat hijau
lebar mulut
lemah semangat
lepas tangan
main angin
malam buta
sampai hati
tali barut
tanah air
hajat besar
harga diri
ibu ayam
isi hati
jalan bahasa
jauh hati
kaki tangan
karat hati
kata dua
kecil hati
kereta api
papas hati
panjang tangan
pasar gelap
patah hati
rendah hati
sagu hati
sakit hati
BAB 9:LARAS BAHASA
September 10, 2017
BAB 9:LARAS BAHASA

LARAS BAHASA

Perbincangan mengenai laras bahasa tidak dapat terlepas daripada membincangkan dua konsep, iaitu pengguna dan penggunaan. Pengguna ialah orang yang menggunakan sesuatu bahasa dan penggunaan ialah bagaimana sesuatu bahasa itu digunakan dengan cara yang berbeza-beza, misalnya dialek Kelantan, Melaka, Sarawak dan sebagainya.

Penggunaan bahasa yang berbeza-beza ini melahirkan laras. Ini disebabkan penggunaan bahasa yang berbeza-beza berdasarkan situasi dan faktor lain melahirkan kata-kata yang berbeza mengikut keadaan. Misalnya kata-kata yang digunakan untuk bergurau-senda adalah berbeza daripada kata –kata yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu ucapan. Oleh itu, bolehlah dirumuskan bahawa penggunaaan bahasa yang berbeza-beza berdasarkan faktor-faktor sosial seperti keadaan dan tempat, disebut sebagai laras bahasa atau laras sosial. Manakala penggunaan bahasa yang berbeza-beza berdasarkan faktor geografi atau daerah disebut sebagai dialek daerah. Rajah di bawah menunjukkan kedudukan laras bahasa dalam variasi bahasa.

KONSEP DAN DEFINISI LARAS BAHASA
Laras didefinisikan sebagai kelainan bahasa yang digunakan oleh penutur dalam kehidupan sehari-harian. Seseorang penutur akan mengubah laras bahasa bergantung kepada situasi sesuatu peristiwa bahasa itu berlangsung. Misalnya dengan siapa dia bercakap, tajuk yang perkatakan/dibincangkan, suasana formal ataupun tidak formal dan penggunaan medium, sama ada secara lisan atau tulisan. Beberapa orang pengkaji telah mengemukakan pendapat mereka tentang laras.

Nik Safiah Karim (1982 :1) menyatakan
Laras bermaksud gaya atau cara penggunaan sesuatu bahasa - Sesuatu laras bermaksud variasi bahasa yang boleh dipilih daripada sekumpulan variasi yang ada pada tiap-tiap penutur.

Abdullah Hassan (1989 :26) pula menyatakan laras seperti yang berikut :
Pemakaian kata-kata tertentu yang sesuai dengan konteksnya itu adalah sesuatu yang dikatakan laras bahasa. Pemakaian laras bahasa yang sesuai itu adalah dianggap pengolahan bahasa yang baik. Ada hubungan rapat antara isi, perkara yang dibincangkan dengan laras bahasa yang digunakan untuk membincangkannya.

Halliday (1968:149) pula mendefinisikan laras sebagai variasi bahasa yang berdasarkan fungsi. Halliday (1985) melihat laras daripada tiga dimensi, iaitu tajuk wacana, cara penyampaian, dan gaya penyampaian.

Ure & Ellis (1977) – menganggap laras sebagai sejenis ‘ Language patterning regularly used in a certain kind of situation’ (laras sebagai jenis-jenis bahasa yang digunakan mengikut situasi-situasi yang berlainan).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah diberikan oleh ahli-ahli bahasa, sama ada ahli-ahli bahasa tempatan ataupun barat dapat dirumuskan bahawa laras bahasa merupakan variasi bahasa yang berbeza-beza bentuk dan penggunaannya mengikut situasi tertentu dan bidang tertentu.

CIRI LARAS BAHASA
Menurut Ure & Ellis (1977), penggunaan laras bahasa yang berlainan ditentukan oleh dua faktor utama, iaitu:
1 Ciri Keperihalan
2 Ciri Linguistik

1 CIRI KEPERIHALAN
Terbahagi kepada 2 jenis, iaitu:
A) Situasi Luaran
B) Situasi Persekitaran

A) Situasi Luaran – bermaksud latar belakang sosial dan kebudayaan sesuatu masyarakat bahasa yang merangkumi struktur sosial dan keseluruhan cara hidup yang menentukan perlakuan-perlakuan anggota masyarakat.
■ Contoh, huraian tentang laras bahasa Melayu lama hendaklah dikaitkan dengan situasi istana dan tradisi sastera lisan.

B) Situasi Persekitaran – Mencakupi aspek-aspek terlibat secara langsung dalam penggunaan bahasa.

■ Terdapat banyak aspek situasi persekitaran yang mengakibatkan bahasa yang berlainan, yakni yang menimbulkan laras berlainan. Antaranya :

i). Cara penyampaian

■ Bentuk perhubungan yang digunakan, termasuklah jenis bahasa yang bersifat tulisan, lisan, isyarat dan sebagainya.
■ bahasa lisan berbeza daripada bahasa tulisan.

■ Dalam bahasa tulisan terdapat pelbagai variasi seperti laporan, ucapan, esei , novel, cerpen,

ii).Perhubungan Sosial dan peribadi antara yang terlibat dalam sesuatu penggunaan bahasa.

■ Terdapat dua aspek iaitu :

a).Berasaskan perkaitan peribadi, perhubungan antara individu dengan individu sebagai anggota dalam masyarakat.

■ Terdapat pelbagai jenis hubungan peribadi.

■ Perhubungan paling mesra seperti hubungan kekasih, suami isteri dan rakan karib.

■ Hubungan peribadi formal seperti antara pekerja dengan majikan, yang berpangkat rendah dengan yang berpangkat tinggi.

b). Perhubungan yang tidak bersifat peribadi adalah seperti yang berlaku antara penghasil dan pembaca akhbar, buku dan majalah serta alat media lain.

iii) Bahan Yang Diperkatakan
■ Isi yang menjadi bahan perbincangan mewujudkan bahasa yang berlainan.
■ Melibatkan aspek yang luas, dari perkara biasa dalam kehidupan sehinggalah kepada bidang-bidang khusus yang memerlukan kemahiran yang tertentu seperti bidang sains dan teknologi.

iv). Fungsi-fungsi sosial perlakuan bahasa.

■ Perlakuan bahasa diperlukan oleh sebab bahasa ialah bahagian utama perlakuan
■ Perlakuan sosial, misalnya bahasa untuk menghasilkan sesuatu maksud, dalam upacara tertentu.
■ Dalam setiap situasi sosial terdapat penggunaan bahasa yang berlainan, dihasilkan oleh interaksi faktor-faktor seperti perbualan, orang yang terlibat dalam perbualan dan peranan situasi tersebut dalam masyarakat.
■ Misalnya bahasa digunakan untuk menghasilkan sesuatu maksud, bahasa dalam majlis tertentu seperti majllis akad nikah dan sebagainya.

2. CIRI LINGUISTIK
Terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam aspek linguistik, iaitu aspek kata yang digunakan dalam sesuatu laras, aspek ayat dan ketenunan.

i) Aspek Kosa Kata
Aspek kosa kata ialah penggunaan kata dalam sesuatu laras, sama ada digunakan banyak istilah khusus, istilah umum ataupun gabungan kedua-duanya. Penggunaan istilah yang berlainan berdasarkan bidang akan dapat ditentukan jenis laras yang digunakan. Di samping itu, sesetengah laras menggunakan kata-kata pinjaman asing dan sebagainya. Pendek kata, dalam aspek kosa kata, segala aspek ayat akan dibincangkan untuk menunjukkan sesuatu laras itu mempunyai kata-kata tertentu yang berbeza daripada laras-laras lain.

ii) Aspek Ayat
Dalam aspek ayat penekanan ialah pada jenis dan juga binaan ayat yang digunakan dalam sesuatu laras. Sesetengah laras menggunakan banyak ayat majmuk dan kurang ayat tunggal manakala laras yang lain pula proses pengguguran banyak berlaku dalam ayat-ayat yang digunakan. Pendek kata, dalam aspek ayat segala perkara yang berkaitan dengan jenis dan binaan ayat akan dibincangkan.

iii) Aspek Ketenunan
Aspek ketenunan ialah keutuhan sesuatu laras sebagai sebuah teks. Ini berkaitan dengan unsur-unsur tertentu yang digunakan oleh laras sebagai kesatuan yang utuh ataupun sebaliknya. Sesetengah laras menggunakan unsur perulangan keratan rentas dan sebagainya untuk menunjukkan ketenunan sesuatu laras itu.

LARAS BAHASA MENURUT MAK HALLIDAY (1985)
Halliday (1985) pula mendefinisi laras bahasa sebagai variasi bahasa yang berbeza berdasarkan fungsi. Menurut beliau laras bahasa berubah-ubah mengikut situasi
Halliday melihat laras daripada tiga dimensi, iaitu tajuk wacana, cara penyampaian, dan gaya penyampaian.
Tiga Dimensi Laras (Halliday)
Tajuk wacana merujuk kepada bidang yang diperkatakan seperti biologi, perubatan, sukan, matematik dan sebagainya.
Bidang-bidang ini menentukan kosa kata dan istilah serta jenis ayat dan ragam ayat yang digunakan.
Jika wacana merupaan wacana ilmiah, maka ragam ayat pasif banyak digunakan untuk memberikan fokus kepada perkara yang dibincangkan.
Sebaliknya, jika wacana merupakan ulasan selari perlawanan bola sepak , ragam ayat aktif dengan ayat tunggal yang pendek-pendek banyak digunakan supaya sesuai dengan tempo perlawanan bola sepak berkenaan.

Cara penyampaian Sama ada wacana berkenaan disampaiakan secara lisan atau tulisan.
Jika lisan, sama ada teks tersebut merupakan wacana syarahan atau ucapan, perbahasan dan khutbah atau doa.
Jika tulisan sama ada berbentuk esei, laporan, surat rasmi atau surat peribadi, memorandum atau iklan.
Gaya penyampaian mengimbangi sama ada suatu ucapan berkenaan disampaikan dalam situasi formal atau tak formal.
Misalnya, ucapan, adakah ucapan itu disampaikan dalam majlis yang formal yang dihadiri oleh orang-orang kenamaan atau dif-dif.

Umumnya, berdasarkan bidang dan khalayak sasaran, laras bahasa dapat digolongkan kepada dua golongan besar, iaitu laras biasa dan laras khusus.
Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum seperti bidang hiburan (laporan sukan, berita sukan), pengetahuan dan penerangan (syarahan, rencana), maklumat dan pemujukan (rencana, iklan).
Laras khusus pula merujuk kepada kegunaan untuk khalayak khusus seperti ahli-ahli atau peminat dalam bidang tertentu dan pelajar-pelajar (rencana, laporan, buku).
Pembeza utama yang membezakan antara laras biasa dengan laras khusus ialah:
kosa kata
tatabahasa
gaya

JENIS-JENIS LARAS BAHASA
Laras Biasa
Laras ini merupakan penggunaan bahas ayang tidak membabitkan sebarang bidang ilmu atau konteks khusus. Ia biasanya digunakan dalam perbualan seharian. Oleh itu, laras biasa tidak mengandungi istilah atau pola yang khusus.
Contoh : Hai Mat ! Nak ke mana tu? Tak singgah dulu?

Laras Perniagaan
Laras jenis ini digunakan untuk mengiklankan jenama barangan yang ingin dijual. Gaya bahasa yang digunakan biasanya memujuk pendengar supaya membeli berangan menerusi cara penyampaian yang menarik sekali. Ayat yang digunakan pendek-pendek dan tidak gramatis.
Contoh : Percuma, sebiji lampu suluh bermutu tinggi dengan setiap pembelian minyak Unicorn empat liter.

Laras Ekonomi
■ Laras ekonomi berbentuk ilmiah.
■ menggunakan istilah-istilah teknikal
■ tidak mementingkan struktur ayat,
■ bersifat formal
■mementingkan susunan maklumat yang disampaikan dengan jelas dan eksplisit.
■ Setiap data dapat dihuraikan berdasarkan bukti dalam bentuk data dan statik.
Contoh: Jumlah dagangan negara melonjak ke tahap yang tertinggi sebanyak RM 880.37 bilion pada tahun 2004, didorong oleh sektor eksport yang turut merekodkan nilai terbesar dalam sejarah ekonomi negara.

Laras Akademik
Laras akademik boeh dibahagikan kepada beberapa bahagian berdasarkan bidang ilmu yang diperkatakan. Antaranaya laras sains, laras ekonomi, Laras sastera dan sebagainya. Laras ini kemudiannya terbahagi pula kepada beberapa sub-bidang yang terdapat dalam sesuatu bidang akademik. Misalnya, dalam bidang sains, terdapat laras kimia, biologi dan fizik.
Dalam bidang akademik, laras yang digunakan mudah dikesan dengan kehadiran istilah-istilah teknikal dan khusus yang berkaitan dengan bidang berkenaan. Contohnya dalam bidang ekonomi terdapat istilah-istilah khusus seperti permintaan, kos, modal, buruh dan susut nilai.
Contoh laras sains dalam bidang biologi : Sel-sel kelenjar kolon merembeskan mukus yang berfungsi dalam melicinkan pergerakan kandungan kolon ke arah rektum. Tidak terdapat enzim yang dirembeskan di bahagian kolon. Cecair yang dirembeskan bersifat alkali.

Laras Undang-Undang
Laras undang-undang merupakan salah satu daripada laras ilmiah yang terdapat dalam bahasa Melayu sejak zaman dahulu lagi. Bagaimanapun, pada hari ini, laras undang-undang lebih bersifat moden dan banyak menggunakan istilah teknikal.
Contoh : Defenden membantah pada awal prosiding kerana tidak bersetuju dengan cadangan plainitif untuk mengemukakan saksi-saksi yang dikatakan tidak relevan dengan perbicaraan brekenaan.

Laras Media Massa
Laras media massa kurang mementingkan gaya atau nahu, khususnya penggunaan imbuhan dan kata hubung. Bahasa yang digunakan bersahaja dan bersifat melaporkan sesuatu peristiwa yang berlaku. Bahasanya juga ringkas dan mengandungi berita yang maksimum untuk dipaparkan kepada pembaca dan penonton.
Contoh : Perak menjuarai kejohanan bola sepak Piala Malaysia 1998 selepas menewaskan Terengganu dengan jaringan tipis 1-0 di Stadium Nasional malam tadi.

Laras Sestera
Seperti laras-laras bahasa yang lain, laras bahasa sastera juga mementingkan istilah-istilah khusus dan teknikal. Bezanya, bidang yang diperkatakan itu ialah mengenai bahasa dan kesusasteraan serta hubungan antara kedua-duanya.
Contoh : Apabila berbicara mengenai kesusasteraan, kita sebenarnya akan membincangkan beberapa aspek seperti tema, kronologi, mesej yang ingin disampaikan, watak dan perwatakan unsur termasuk personifikasi dan metafora.

Laras Rencana
Laras rencana adalah satu laras bersifat umum yang menyentuh mengenai tajuk tertentu. Ciri utama dalam laras rencana ialah kepelbagaian idea mengenai sesuatu tajuk yang diperkatakan.
Contoh : Oleh kerana baru dilancarkan, kejayaan model terbaru Proton, ‘Proton Satria GTi’ masih belum dapat diukur. Pelbagai aspek seperti pilihan pembeli, faktor reka bentuk, kemudahan mendapatkan alat ganti dan ketahanannya perlu diambil kira. Model terbaru ini pastinya berhadapan dengan pelbagai rintangan sebelum model ini berkemampuan untuk menguasai pasaran dalam dan luar negara.

KEPENTINGAN LARAS BAHASA
■ Laras bahasa amat penting.
■ Jumlah laras sesuatu bahasa mencerminkan keadaan bahasa itu dan dapat menjadi ukuran maju-mundurnya.
■ Perbandingan jumlah laras bahasa Melayu sebelum dan sesudah merdeka, misalnya dapat membuktikan hakikat bahawa bahasa Melayu telah mengalami perkembangan yang amat pesat – bertambah dengan pesat.
■ Penutur-penutur bahasa Melayu sewajarnya mengenali laras-laras utama bahasa Melayu.
■ Lebih penting mesti tahu membezakan antara laras formal dengan laras tidak formal supaya tidak timbul penggunaan laras yang tidak sesuai dengan situasi tertentu.
■ Kumpulan pemimpin dan mereka yang terlibat dengan media massa perlu sentiasa peka dengan penggunaan laras yang sempurna kerana kadang kala menjadi teladan.
■ Laras baru seharus dipelajari sebagai satu kemahiran. – Dicadangkan pada tahap persekolahan lagi.

BAB 10: JENIS AYAT
September 10, 2017

BAB 10: JENIS AYAT

1)AYAT PENYATA
Definisi:
1. Ayat penyata ialah ayat yang diucapkan dengan maksud untuk menyatakan atau menerangkan sesuatu hal.
2. Ayat penyata juga dikenali sebagai ayat berita atau ayat keterangan.
Ayat contoh:
a) Pelajar-pelajar sedang  mengulang kaji pelajaran di perpustakaan.
b) Normah tidak pergi ke sekolah pada hari ini.
c) Dia suka menonton rancangan televisyen.
d) Datuk sedang berehat di ruang tamu.
e) Kami sekeluarga akan melancong ke Taiwan.

2) AYAT SERUAN
Definisi:
1. Ayat seruan ialah ayat yang digunakan untuk melahirkan perasaan seperti takut, marah, gembira, sakit, benci dan sebagainya.
2. Tanda seru (!) biasanya diletakkan pada akhir ayat seruan.
3. Ayat seruan didahului oleh kata seru seperti amboi, wah, eh, oh, aduh, cis dan sebagainya.
Ayat contoh:
a) Amboi, cantiknya gadis itu!
b) Wah, mahalnya baju ini!
c) Oh, aku lupa bawa wang hari ini!
d) Cis, berani kamu pukul saya!
e) Syabas, kamu telah menang!

3) AYAT TANYA
Definisi:
1. Ayat tanya ialah ayat yang digunakan untuk menanyakan sesuatu hal.
2. Terdapat dua jenis ayat tanya, iaitu ayat tanya tanpa kata tanya dan ayat tanya dengan kata tanya.
3. Tanda soal (?) diletakkan pada akhir ayat dalam tulisan.
Ayat Tanya Tanpa Kata Tanya
1. Ayat tanya tanpa kata tanya ialah ayat yang diucapkan dengan meninggikan nada suara pada akhir ayat penyata.
2. Dalam tulisan, nada tanya ini ditandai dengan tanda soal (?).
Ayat contoh:
a)  Adik masih belum makan?
b)  Pertandingan perbahasan itu akan diadakan minggu hadapan?
c)   Bas itu sudah bertolak?

Ayat Tanya Dengan Kata Tanya
1) Ayat tanya dengan kata tanya ialah ayat yang menggunakan kata tanya seperti apa, siapa, bila, mana, bagaimana dan sebagainya.
Ayat contoh:
a) Barang itu apa?
b) Pemain piano itu siapa?
c) Hari jadi kamu bila?
2) Dalam bentuk tulisan, ayat-ayat tanya ini perlu menerima partikel "-kah" dan diletakkan di hadapan ayat.
Ayat contoh:
a) Apakah barang itu?
b) Siapakah pemain piano itu?
c) Bilakah hari jadi kamu?

4) AYAT PERINTAH
1. Ayat perintah ialah ayat yang digunakan untuk menimbulkan sesuatu tindakan.
2. Ayat perintah terdiri daripada empat jenis, iaitu:
a) Ayat Suruhan
- Minumlah teh ini dahulu.
b) Ayat Larangan
-  Jangan petik bunga itu.
- Usah bermain di tepi jalan.
- Tak usah kau campur tangan dalam hal saya.
c) Ayat Silaan
- Silalah pakai topi keledar.
- Jemput makan bersama-sama.
d) Ayat Permintaan
- Minta para hadirin bertenang sebentar.

- Tolong ambilkan saya sekeping roti

Bab 11 Kemahiran Berbahasa

Kemahiran berbahasa merupakan perkara penting yang perlu dikuasai oleh setiap orang. Hal ini kerana ia melibatkan kemahiran-kemahiran mendengar, bertutur, membaca dan menulis yang merupakan inti pati dalam penguasaan sesuatu bahasa. Tanggungjawab mendidik murid untuk memperoleh dan menguasai kemahiran berbahasa tidak harus diletakkan pada guru semata-mata, malahan ibu bapa dan keluarga juga perlu memainkan peranan mereka. Pada peringkat awal, iaitu sebelum kanak-kanak memasuki alam persekolahan, peranan ibu bapa sangat penting. Ibu bapa perlu mewujudkan suasana yang mendorong anak mereka menguasai kemahiran berbahasa. Sebagai contoh, ibu bapa boleh membawa anak mereka ke pameran buku, perpustakaan atau membelikan buku-buku yang murah bagi menggalakkan anak mereka berjinak-jinak dengan buku dan seterusnya menimbulkan keinginan untuk membaca.

Tugas tersebut akan disambung oleh guru di sekolah. Guru akan merancang dan melaksanakan aktiviti pengajaran dan pembelajaran di dalam bilik darjah bagi membolehkan murid menguasai kesemua kemahiran bahasa tersebut. Pada peringkat ini, murid perlu digalakkan untuk melibatkan diri secara aktif dalam setiap aktiviti, sama ada mendengar, bertutur, membaca dan menulis. Dalam satu sesi pengajaran, guru perlu menetapkan sasaran kemahiran yang menjadi fokus utama. Kemudian guru perlu menetapkan tajuk dan merancang aktiviti yang berkaitan dengannya. Di samping itu, guru perlu mengenal pasti aspek kelemahan setiap murid agar program pemulihan dapat dilakukan.

Bab 12 Kesusasteraan Melayu

Kesusasteraan Melayu terbahagi kepada dua tahap penting, iaitu Kesusasteraan Melayu tradisional dan Kesusasteraan Melayu moden. Bab ini membincangkan sedikit sahaja Kesusasteraan Melayu tradisional yang terdiri daripada genre pantun, syair, gurindam, seloka dan nazam. Kesemua genre ini merupakan genre puisi, iaitu merujuk kepada karangan berangkap. Pantun biar pun telah wujud sejak zaman-berzaman dalam kalangan masyarakat Melayu, tetapi masih merupakan genre sastera yang produktif hingga sekarang. Hal ini bermakna, pantun-pantun baharu telah dicipta oleh masyarakat pada hari ini, di samping mengekalkan pantun-pantun lama yang sedia ada. Bagi menggalakkan generasi muda menghargai karya sastera ini, pertandingan pantun dan persembahan berbalas pantun juga turut diadakan di sekolah atau pusat pengajian tinggi. Genre syair, gurindam, seloka dan nazam pula merupakan karya yang tidak begitu ketara jumlah ciptaannya.

Bab ini telah membincangkan genre prosa dan puisi moden yang terdiri daripada genre novel, cerpen dan sajak secara lebih mendalam. Novel dan cerpen pada umumnya mempunyai persamaan ciri, iaitu dari segi struktur dalaman yang membina karya tersebut. Hal ini bermakna unsur-unsur yang terdapat dalam novel seperti plot, tema dan persoalan, watak dan perwatakan, latar, gaya bahasa dan sudut pandangan juga terdapat dalam cerpen. Kesemua unsur itu dibincangkan satu per satu bagi meningkatkan pemahaman pembaca terhadap konsep tersebut. Unsur tersebut juga digunakan bagi mengkaji kedua-dua genre ini secara umum menggunakan pendekatan struktural. Bagi genre sajak pula, analisis struktur turut dilakukan dengan memberikan penekanan pada bentuk dan unsur-unsur yang lazim terdapat dalam sajak seperti tema, mesej, nada, personifikasi, imejan, hiperbola, ironi, asonansi, aliterasi, alusi, metonimi dan sinekdoki. Kesemua unsur ini diterangkan dengan mantap dan disertai contoh-contoh sajak yang berkaitan.

Kritikan dan teori kritikan sastera pula merupakan bahagian yang bersifat agak ilmiah kerana merupakan fakta penting, idea, konsep, prinsip dan falsafah tentang tajuk tersebut. Bahagian ini menghuraikan empat teori kritikan sastera yang agak dominan daripada lebih 20 teori yang terdapat pada hari ini, iaitu teori formalisme, strukturalisme, feminisme dan sosiologi. Walau bagaimanapun, pendekatan struktural yang lahir hasil daripada teori formalisme dan strukturalisme dianggap paling sesuai dan sering digunakan dalam menganalisis karya-karya sastera.

Karya sastera banyak mengandungi unsur estetika, justeru sesuai diajarkan kepada semua pelajar dalam sistem pendidikan di negara ini. Ia boleh menimbulkan rasa kebersamaan bahasa dan kebudayaan. Bahasa Melayu pula adalah bahasa pengucapan dalam karya-karya sastera dan terdapat usaha pengarang untuk mengangkat kebudayaan watak-watak yang mewakili bangsanya. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan negara dengan cara menjadikan kesusasteraan sebagai sebahagian daripada kurikulum pendidikan. Oleh itu, pihak Kementerian Pelajaran perlu mengaji semula falsafah dan matlamat pendidikan sastera di sekolah, kaedah pengajaran, bahan yang digunakan, proses penghayatan sastera dan cara menilai kebolehan pelajar dalam kesusasteraan Melayu. Hal in kerana pendidikan merupakan satu proses yang berkesan bagi mengenali, mempelajari dan menghayati kesusasteraan Malaysia.

Bab 13 Semantik

Memilih kata yang sesuai digunakan dalam perbualan bukanlah sesuatu yang mudah. Oleh itu, pilihan kata atau diksi perlulah sesuai dengan konteks. Dalam hal ini ilmu semantik amat berguna bagi membantu penutur memilih kata dan ayat yang betul dalam perbualan. Kita kadangkala memilih untuk menggunakan konotasi dibandingkan dengan menggunakan denotasi. Namun demikian, jika kata itu mengandungi konotasi yang salah, ia boleh menyebabkan kesalah fahaman atau kesalah tanggapan pada pihak pendengar.

Ada kata yang dianggap sopan dan ada kata yang dianggap kasar, malah ada kata tertentu yang dianggap salah jika digunakan oleh orang-orang tertentu. Kata ‘mengandung’,’hamil’ dan ‘bunting’ mempunyai nilai emotif dan digunakan pada orang yang tertentu. Demikian juga jika kita berkata “Diam! Jangan bising!”bermakna orang yang kita hadapi itu mempunyai status yang sama atau lebih rendah daripada kita. Sebaliknya, jika kita berkata “Tuan-tuan dan puan-puan diminta bertenang” bermakna orang yang kita hadapi itu dianggap sedarjat tingkat sosialnya.

Bab ini telah menjelaskan makna dari sudut linguistik, iaitu makna kata, frasa dan ayat yang masing-masing mempunyai makna yang berbeza-beza. Suatu kata dengan sendirinya mempunyai makna seperti kata ‘teruna’ yang mempunyai ciri semantik tersendiri kerana ia merujuk kepada suatu konsep yang abstrak. Frasa ‘teruna tampan itu’ pula tentunya berbeza daripada makna kata ‘teruna’ secara individu kerana ia melibatkan hubungan antara kata yang disusun mengikut peraturan tertentu. Demikian pula ayat ‘musa ialah teruna tampan itu’ mengandungi makna bagi seluruh ayat, di samping terangkum pernyataan, sama ada ayat itu benar atau palsu.

Seterusnya, dijelaskan bagaimana sesuatu kata, frasa dan ayat itu memperoleh makna kerana ilmu semantik mempunyai hubungan langsung dengan makna kata, frasa dan ayat. Justeru, dihuraikan secara khusus hubungan makna dengan kata yang disebut sebagai sinonimi, antonimi, homonimi dan hiponimi. Seterusnya, hubungan makna ayat yang dinamakan parafrasa, syarat benar, rangkuman dan percanggahan. Penjelasan aspek semantik dalam bab ini dapat membantu penutur memilih kata, frasa atau ayat secara lebih spesifik dalam perbualan.

Satu aspek penting yang kurang dibincangkan oleh pengkaji bahasa ialah hubungan semantik dengan makna penutur dan makna ujaran. Kajian sedemikian sebenarnya melampaui batas semantik formal yang hanya mengkaji makna pada aras kata dan ayat. Justeru, pada bahagian akhir bab ini dijelaskan perspektif semantik yang lebih tinggi daripada kata dan ayat, iaitu yang melihat makna penutur atau makna ujaran. Makna ujaran penutur hanya dapat diketahui dengan bantuan konteks pertuturan itu diujarkan.

Bab 14 Wacana

Bab ini telah dimulakan dengan memberikan perspektif umum tentang wacana. Wacana merupakan bidang kajian yang amat luas dan telah dikaji oleh banyak ahli bahasa di banyak negara. Wacana yang dihuraikan dalam buku ini menggunakan pendekatan deskriptif dan tidak bersifat analitikal. Deskriptif wacana ini berfokus kepada wacana sebagai peristiwa komunikatif atau interaksi verba, iaitu wacana seperti yang sebenarnya dikata atau ditulis.

Dalam tajuk yang berkaitan dengan sejarah wacana, penulis mengetengahkan tiga aspek, iaitu tatabahasa wacana bahasa Melayu, tatabahasa wacana mega dan manfaat tatabahasa wacana. Penulis memperoleh sumber tersebut daripada Sanat Md. Nasir (1996). Berdasarkan kajian beliau itu didapati penerokaan bidang wacana di negara ini boleh dikatakan belum begitu meluas. Malah, buku Tatabahasa Dewan edisi terkini menyentuh aspek wacana hanya dalam beberapa halaman sahaja. Penjelasan tentang tatabahasa wacana serta manfaatnya pula memperlihatkan bahawa tatabahasa ini berbeza sama sekali daripada tatabahasa biasa yang bersifat formal, terutamanya dari segi memerihalkan ayat dan teks. Tatabahasa wacana menekankan aspek teks dan konteks dalam pendeskripsian dan penganalisisannya.

Tajuk tentang ciri dan penanda wacana pula dipetik daripada buku Tatabahasa Dewan (2008). Ciri wacana berfokus kepada konsep kohesi dan koheren, manakala penanda wacana pula dikategorikan kepada beberapa jenis. Walau bagaimanapun, dalam buku ini konsep bagi kedua-dua aspek tersebut diberikan perspektif yang berbeza.

Aspek tautan telah diberikan huraian yang terperinci dari segi penjenisan dan contoh yang disertakan. Contoh tersebut merupakan bentuk penggunaan bahasa dalam konteks sebenar yang juga disebutkan sebagai teks. Hal ini dapat memenuhi ciri analisis wacana yang menghendaki data pengguna bahasa dalam interaksi sosial. Wacana diperlihatkan dalam bentuk ayat atau teks yang berstruktur. Teks dalam bentuk sedemikian dapat menjelaskan pelbagai konsep tautan dalam konteks yang bermakna. Hal ini berbeza dengan konsep runtutan yang merujuk kepada dalaman teks. Runtutan berfokus kepada kesinambungan makna antara teks.

Huraian tentang wacana dan teks menunjukkan bahawa kedua-duanya berkongsi sifat dan ciri yang sama, dengan kata lain teks juga merujuk kepada konsep wacana. Tajuk ini diperincikan dari segi sejauh mana wacana dan teks dikatakan bersamaan bentuk. Seterusnya, dibincangkan pula aspek berhubung wacana dan analisis wacana. Secara umumnya, teks mempunyai pelbagai dimensi makna, iaitu boleh mempunyai beberapa makna dalam satu-satu masa. Makna ini penting dalam menganalisis aspek runtunan teks. Untuk mengetahui, sama ada sesuatu teks itu bermakna atau beruntutan adalah dengan melihat penggunaan unsur tautan, makna, koteks dan konteks. Hal ini kerana dimensi sedemikian dapat memberikan kesan terhadap makna teks.

Bab 15 Psikolinguistik

Bab ini dimulakan dengan membekalkan pengetahuan umum tentang bidang psikolinguistik. Bidang ini melibatkan teori bagaimana bahasa beroperasi dalam minda manusia, bagaimana kita menghubungkan makna dengan bunyi bahasa dan bagaimana kita menggunakan sintaksis. Kemudian perbincangan diikuti  dengan memberikan takrif dan konsep bidang-bidang yang relevan dengan psikolinguistik, iaitu linguistik, psikologi dan psikolinguistik itu sendiri. Psikolinguistik merupakan bidang antara prinsip yang menggabungkan kajian yang berkaitan dengan psikologi dan linguistik. Walau bagaimanapun, secara berasingan psikologi dan linguistik mendukung konsep yang berbeza. Linguistik merupakan bidang kajian bahasa yang menjelaskan bagaimana bahasa digunakan secara praktikal. Psikologi pula merupakan kajian saintifik tentang proses mental dan tingkah laku. Gabungan kedua-dua bidang kajian itu menghasilkan istilah psikolinguistik yang juga dikenali sebagai psikologi bahasa.

Tajuk yang berhubung dengan teori bahasa pula mengetengahkan empat jenis aliran teori, iaitu aliran tradisional yang melahirkan tatabahasa tradisional, aliran struktural yang melahirkan tatabahasa struktural, aliran transformasi yang melahirkan tatabahasa transformasi generatif dan aliran pragmatik. Aliran pragmatik berbeza daripada ketiga-tiga aliran tersebut kerana aliran ini melampaui aras tatabahasa formal. Aliran ini dikatakan sedemikian kerana ia tidak menganalisis ayat-ayat rekaan seperti yang dilakukan oleh ketiga-tiga aliran itu. Aliran ini juga tidak mendeskripsikan ayat dengan berdasarkan distribusi seperti subjek, predikat, objek atau menentukan golongan kata seperti kata nama, kata kerja, kata adjektif, kata sendi nama dan kata tugas. Aliran pragmatik menganalisis ujaran sebenar, iaitu ujaran yang dilafazkan oleh penutur dalam konteks sebenar. Tegasnya, aliran ini menganalisis dan mendeskripsikan penggunaan bahasa sebagaimana yang diujarkan oleh penuturnya dan mementingkan peranan konteks. Melalui penelitian konteks interpretasi ujaran dapat dilakukan bagi menanggapi makna penutur secara jelas.

Selanjutnya dijelaskan dua fahaman utama yang mendasari teori pemerolehan bahasa, iaitu fahaman behavioris dan fahaman kognitif. Bagi fahaman behavioris, diketengahkan tiga teori yang berkaitan, iaitu teori pelaziman klasik, teori pelaziman instrumen dan teori pelaziman operan. Fahaman behavioris berfokus kepada tingkah laku yang merujuk kepada aksi atau reaksi dalam bentuk gerak balas hasil daripada rangsangan dalaman atau luaran. Gerak balas yang dilakukan oleh organisma berlaku secara alamiah dan bertujuan untuk kelangsungan hidup mereka. Rangsangan pula merupakan sebarang fenomena yang secara langsung dapat mempengaruhi aksi dan reaksi organisma tersebut.

Teori pelaziman klasik diperkenalkan oleh Ivan Pavlov, iaitu seorang ahli fisiologi, psikologi dan fizik berbangsa Rusia. Contoh paling terkenal bagi pelaziman klasik melibatkan pelaziman air liur pada anjing kajian Pavlov. Teori pelaziman klasik memandang bahasa sebagai satu aktiviti fizikal semata-mata dan menekankan rangsangan untuk kanak-kanak memperoleh bahasa. Teori pelaziman instrumen dikaji secara meluas oleh Thorndike yang merupakan ahli psikologi Amerika dan dikenali sebagai bapa psikologi pembelajaran moden. Thorndike membuat uji kaji terhadap kucing bagi melihat tingkah laku kucing yang cuba melepaskan diri dari kurungan. Dengan berdasarkan teori ini, pemerolehan bahasa dalam kalangan kanak-kanak dikatakan berlaku sedikit demi sedikit dengan mengaplikasikan konsep celik akal dan hukum kesan secara bersama-sama. Teori pelaziman operan pula diperluas dan dikonsepsikan semula oleh Skinner yang merupakan ahli psikologi Amerika. Skinner telah melakukan uji kaji terhadap tikus dan burung merpati. Skinner mengatakan analisis tingkah laku manusia  tidak mengaitkan pemerolehan bahasa, tetapi hubungan antara bahasa dengan tingkah laku yang nyata. Dalam pembelajaran bahasa beliau menyarankan agar kanak-kanak diberikan peneguhan positif secara kerap berbanding dengan peneguhan negatif. Dengan cara ini, mereka akan lebih cepat memperoleh bahasa.

Teori kognitif mempunyai sudut pandangan yang berbeza daripada teori behavioris. Dalam menganalisis tingkah laku, ahli teori kognitif melangkaui had yang dikaji oleh ahli behavioris. Mereka menyertakan struktur dan proses mental dalam proses pemerolehan bahasa. Fokus asas dalam kajian dan penyelidikan ahli teori ini menekankan proses dalaman dan menyimpulkan proses struktur melalui pemerhatian terhadap tingkah laku. Mereka berpendapat bahasa boleh dipindahkan daripada luar pemikiran ke dalam pemikiran itu sendiri. Ahli teori ini juga berminat untuk menyelidiki mekanisme dalaman pemikiran atau otak dan proses kanak-kanak memperoleh bahasa. Mereka cuba mencari jawapan apa yang ada dalam minda dan bagaimana kanak-kanak memperoleh bahasa. Teori kognitif telah mengetengahkan uji kaji yang dilakukan oleh Kohler. Kohler, ahli psikologi Jerman mengaplikasikan prinsip gestalt yang berhubung kait dengan minda. Kohler melakukan uji kaji terhadap cimpanzi yang bernama Sutan. Kohler berpendapat cimpanzi belajar melalui celik akal seperti manusia dan bukan melalui rangsangan gerak balas seperti pendapat Thorndike. Pemerolehan bahasa pula melibatkan proses mental dan gabungan pelbagai elemen yang terdapat di persekitaran yang seterusnya akan distrukturkan bagi mencapai ,matlamat itu.

Piaget pula telah memperkenalkan teori perkembangan kognitif yang mengatakan kanak-kanak matang melalui empat kemampuan kognitif. Piaget membuat hipotesis kanak-kanak tidak berkebolehan berfikir secara logik abstrak sehingga mereka membesar pada umur kira-kira 11 tahun. Oleh itu, kanak-kanak perlu diajar untuk menggunakan objek konkrit dan contoh-contoh. Ahli kognitif berpendapat peralihan, misalnya daripada pemikiran konkrit kepada logik abstrak tidak berlaku pada masa yang sama dalam semua domain. Sebagai contoh, kanak-kanak mungkin mampu berfikiran abstrak tentang matematik, tetapi kekal terhad dalam pemikiran konkrit tentang hubungan manusia. Sumbangan Piaget yang bermakna ialah penemuannya bahawa manusia mengkonstruk secara aktif pemahaman mereka melalui proses pengaturan kendiri.

Tajuk tentang pemerolehan bahasa pula menerangkan proses yang membolehkan manusia menguasai dan membina bahasa. Bayi yang sihat dikatakan memperoleh bahasa dengan mudah pada tahun pertama dalam hidup mereka. Tajuk ini menghuraikan pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Kemampuan kanak-kanak untuk membentuk peraturan yang kompleks dan menstrukturkan tatabahasa bahasa yang digunakan di sekeliling mereka dapat dilakukan dalam masa singkat merupakan fenomena yang luar biasa. Persamaan tahap pemerolehan bahasa dalam kalangan manusia dan bahasa yang pelbagai menunjukkan kanak-kanak dilengkapi dengan kemampuan istimewa untuk mengetahui generalisasi yang mana perlu dilakukan dan yang mana perlu diabaikan serta bagaimana mendapatkan ketetapan bahasa. Kanak-kanak belajar bahasa seperti cara mereka belajar duduk, merangkak dan berdiri. Mereka tidak berfikir untuk melakukan semua itu malah semua kanak-kanak normal mula melakukan hal sedemikian pada tahap umur yang hampir sama.

Muhammad Izzul Ikhwan Bin Yusoff
•17090139
•Dilpoma Qiraat & Tarannum.

Ulasan

Catatan popular daripada blog ini

Tajuk Karangan Tentang Kepentingan Unsur-Unsur Kebudayaan.

• karangan kedua. Kini, warisan budaya tradisional menghadapi ancaman kepupusan. Budaya tradisional mencakupi amalan dan cara hidup pelbagai kaum di negara kita. Hal ini termasuklah pakaian, makanan, adat resam, seni, dan sebagainya. Tamadun sesuatu bangsa selalunya dapat dilihat pada warisan seni budayanya. Warisan budaya ini harus dikekalkan kerana mempunyai identiti tersendiri.      Budaya melambangkan identiti sesebuah negara. Amalan budaya tradisional kita melambangkan sifat majmuk masyarakat kita. Misalnya, pakaian tradisional pelbagai kaum yang unik dan berwarna-warni. Budaya tradisional kita juga menunjukkan budi da pekerti masyarakat Malaysia. Nilai murni yang ditunjukkan dalam majlis korban dan mengadakan rumah terbuka pada hari kebesaran menunjukkan kita prihatin terhadap orang lain dan bersikap mesra. Banyak orang asing terkejut kerana rakyat kita bebas mengunjungi pemimpin kita pada hari kebesaran. Penghantaran kuih-muih dan saling mengunjungi pada hari kebesaran menunju

Tajuk Karangan Tentang Stress.

• Karangan Kedua Stress dapat menjadi pendorong kepada sesuatu tindakan dan pencapaian serta boleh menimbulkan masalah kesihatan. Stres merupakan hasil interaksi antara peristiwa persekitaran dengan individu. Paras stress yang dihasilkan akan bergantung kepada sumber tekanan dan cara individu tersebut bertindak balas. Stres member kesan terhadap emosi seseorang. Emosi seseorang itu akan terganggu dan perasaan risau sentiasa menghantuinya. Selain itu, seseorang itu mengalami ketegangan fikiran dan tidak dapat membuat keputusan dengan baik. Stres juga menyebabkan seseorang itu berasa seolah-olah otaknya sentiasa letih dan penat berfikir.Stres mengubah sikap seseorang itu daripada seorang yang sabar kepada cepat marah dan sentiasa mengeluh. Kadang-kadang, seseorang itu juga menunjukkan perasaan runsing, kecewa dan mudah menangis. Stres yang tidak terkawal akan menyebabkan perasaan cemas, sensitive,murung,sukar tidur dan hilang selera makan. Stres juga mendatangkan ancaman penyakit kepa

Karangan Masalah Pengangguran & Langkah Mengatasinya.

Isu pengangguran telah menjadi satu isu sensitif kepada masyarakat terutama golongan siswazah. Namun, ada banyak pihak yang beranggapan isu ini bukan sahaja melibatkan siswazah tetapi golongan lain juga. Jadi, apakah punca-punca wujudnya pengangguran dan apakah cara-cara mengatasinya. Pengangguran merupakan satu penyakit era globalisasi yang semakin menular ke negara ini. Saban tahun negara kita dikejutkan dengan isu kegagalan belia terutama golongan siswazah untuk memperoleh pekerjaan. Malah, berita ini sudah dianggap menjadi satu isu yang akan menjelma setiap kali keputusan peperiksaan umum negara diumumkan atau konvokesyen sesebuah universiti dijalankan. Jadi, apakah punca-punca yang medorong isu ini berlaku. Sudah pasti punca utama berkaitan dengan keadaan ekonomi negara yang merudum. Situasi ini menyebabkan banyak syarikat atu kilang terpaksa gulung tikar dan membuang pekerjanya. Bukan sahaja mereka dibuang kerja tetapi mereka juga sukar untuk memperoleh kerja dalam tempoh yang